Mengapa Sorbatua ditangkap? di Berita
PT TPL melaporkan Sorbatua pada 16 Juni 2023 atas “penghancuran, penebangan kayu putih dan pembakaran lahan yang ditanami perusahaan”.
Dari sudut pandang perusahaan, Sorbatua dan masyarakat Domput dinilai tidak punya “hak” untuk beroperasi di kawasan tersebut, karena merupakan bagian dari wilayah konsesi perusahaan.
Juru bicara PT TPL Salomo Sitohang mengatakan masyarakat Ompu Umbak Siallagan “tidak pernah hadir” dalam daftar permohonan tanah bersama yang diajukan masyarakat.
“Sampai saat ini TPL baru menerima 10 permohonan lahan bersama dan telah diselesaikan dengan Model Kemitraan Perhutanan Sosial. “Dalam klik disini daftar 10 klaim tanah bersama yang dipermasalahkan, nama Ompu Umbak Siallagan tidak pernah muncul,” kata Salomon kepada jurnalis Apriadi, yang bekerja untuk BBC News Indonesia.
Jika ada klaim, masyarakat bisa mengajukannya sesuai prosedur yang berlaku dan TPL sangat menghormati prosedur dan ketentuan yang berlaku bagi masyarakat adat, lanjutnya.
Oleh karena itu, Salomon mengatakan kasus ini adalah “murni tindak pidana yang dilakukan oleh perorangan” dan perusahaan “menghormati proses hukum yang sedang berjalan.”
Klaim perusahaan tersebut dikritik oleh AMAN yang mengatakan bahwa “para hadirin tidak menanyakan haknya kepada perusahaan”.
Namun, terlepas dari pandangan masyarakat adat, polisi tetap menangani masalah tersebut. Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi mengatakan, pihaknya sudah dua kali melayangkan surat panggilan ke Sorbatua untuk diperiksa, namun tak hadir.
Polisi kemudian menangkap Sorbatua pada hari Jumat (22/03) dan menyatakan telah mengeluarkan surat perintah penangkapan. Namun menurut AMAN dan Aliansi Close Movement TPL, polisi tidak mengeluarkan surat perintah penangkapan.
Sorbatua dikatakan sedang pergi membeli pupuk bersama istrinya pada saat penangkapannya.
“Penangkapannya dilakukan secara paksa dan tanpa surat perintah penangkapan. “Proses hukum tersangka hingga penahanannya kini bermasalah,” kata Judianto Simanjuntak dari Gerakan Menutup Aliansi TPL.
Penangkapan tersebut juga memicu protes dari masyarakat adat, aktivis, dan mahasiswa. Mereka menggelar tiga demonstrasi di depan Polda Sumut untuk menuntut pembebasan Sorbatua.
Veronika termasuk salah satu yang ikut dalam aksi tersebut.
“Kami akan terus berjuang sampai bisa bertemu Opung, kalau bisa biarkan dia pergi dengan penahanan sementara,” kata Veronika. Ia mengaku khawatir dengan kesehatan kakeknya yang sudah lanjut usia.
Sementara itu, di Jakarta, Lasron Sinuran dari AMAN dan sejumlah perwakilan Aliansi Gerakan Penutupan TPL mendatangi Bareskrim Polri pada Kamis (28/03) untuk sidang dengan polisi dalam rangka pembebasan Sorbatua.
Namun dalam persidangan, polisi tidak memberikan jaminan setidaknya penahanan Sorbatua akan ditangguhkan.
Ia pun menuding peristiwa ini sebagai bentuk “intimidasi” dan “kriminalisasi” terhadap masyarakat. Polisi juga dituduh “menyukai bisnis”. “Kasus ini hanya sekedar pemicu dan juga untuk mengintimidasi masyarakat adat lainnya untuk melakukan intimidasi.